zZGtt-qkn6mCAfAe-AN_x-WwH-1css1uigqlqOqzVM8

Sejarah dan definisi psikologi

  • Bagikan
psikologi
psikologi

Daftar Isi

Sejarah dan definisi psikologi

Psikologi berasal dari kata-kata Yunani: psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun, arti “ilmu jiwa” masih kabur sekali. Apa yang dimaksud dengan “jiwa”, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya. Dampak dari kekaburan arti itu, sering menimbulkan berbagai pendapat mengenai definisi psikologi yang berbeda. Banyak sarjana memberi definisinya sendiri yang disesuaikan dengan arah minat dan aliran masing-masing.

Sebelum psikologi berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan pada tahun 1879, psikologi (atau tepatnya gejala-gejala kejiwaan) dipelajari oleh filsafat dan Ilmu Faal. Filsafat sudah mempelajari gejala-gejala kejiwaan sejak 500-600 tahun SM, yaitu melalui filsuf-filsuf Yunani Kuno. Di antara para filsuf itu adalah Thales (624-548 SM) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat. Beliau mengartikan jiwa sebagai sesuatu yang supernatural. Jadi jiwa itu tidak ada, karena menurut beliau yang ada di alam ini hanyalah gejala alam (natural phenomena) dan semua gejala alam berasal dari air.

Lain halnya dengan Anaximander (611-546 SM) yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari apeiron artinya tak berbatas, tak berbentuk, tak bisa mati (the boundless, formless, immortal matter), yaitu seperti konsep tentang Tuhan di zaman kita sekarang. Berdasarkan hal itu beliau berpendapat bahwa jiwa itu ada. Filsuf lainnya yakni Anaximenes (490-430 SM) percaya bahwa jiwa itu ada, karena segala sesuatu berasal dari udara.

Thales (624-548 SM) hidup di Yunani. Dianggap sebagai Bapak Filsafat.

Tokoh-tokoh filsafat Yunani Kuno berikutnya sudah lebih konkret dalam memaknai jiwa. Empedokles (490-430 SM) menyatakan bahwa ada empat elemen dasar alam, yaitu bumi/ tanah, udara, api, dan air, sedangkan manusia bisa dianalogikan sama, yakni tulang/otot/usus (dari bumi/tanah), fungsi hidup (dari udara), rasio (dari api), dan cairan tubuh (dari air). Tokoh lainnya, Hipokrates (460-375 SM) yang juga dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran beranggapan bahwa jiwa manusia dapat digolong golongkan ke dalam empat tipe kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang dominan, yaitu: (1) tipe sanguine (riang) yang didominasi oleh darah, (2) tipe melankolis (murung) oleh sumsum hitam, (3) kolerik (cepat bereaksi) oleh sumsum kuning, dan (4) flegmatis (lamban) oleh lendir.

Dari sekian banyak tokoh yang kemudian berperan paling penting terhadap perkembangan psikologi ratusan tahun ke depan adalah tiga serangkai Sokrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM), yang sering disebut dengan TrioSPA. Plato adalah murid Sokrates, dan Aristoteles murid Plato. Sokrates memperkenalkan teknik maeutics, yaitu wawancara untuk memancing keluar pikiran-pikiran dari seseorang. Ia percaya bahwa pikiran-pikiran itu mencerminkan keberadaan jiwa di balik tubuh manusia.

Plato kemudian berteori bahwa jiwa manusia mulai masuk ke tubuhnya sejak manusia ada dalam kandungan (mirip konsep agama Islam, Kristen, dan Yahudi), dan mempunyai tiga fungsi, yaitu Logisticon (akal) yang berpusat di kepala, Thumeticon (rasa) yang berpusat di dada, dan Abdomen (kehendak) yang berpusat di perut (mirip dengan konsep jiwa menurut Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa).

Soewardi Soerjaningrat atau yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara, salah satu Bapak Bangsa Indonesia. Pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Republik Indonesia. Ia yang mengajukan konsep bahwa jiwa terdiri dari cipta, rasa, dan karsa.

Aristoteles menyumbangkan pikiran yang sangat penting dalam tulisannya yang berjudul “The Anima”. Dia mengatakan bahwa makhluk hidup terbagi dalam tiga golongan, yaitu Anima Vegetativa (tumbuh-tumbuhan), Anima Sensitiva (hewan), dan Anima Intelektiva (manusia). Hewan berbeda dari tumbuh-tumbuhan karena hewan berindera (sensitiva), sedangkan tumbuh-tumbuhan tidak. Namun manusia yang juga berindera, berbeda dari hewan karena manusia punya kemampuan mengingat (mneme), yang menunjukkan bahwa Manusia mempunyai kecerdasan (intelek).

Pemikiran para filsuf Yunani Kuno berkembang terus sampai pada zaman Renaisan, yaitu zaman revolusi ilmu pengetahuan di Eropa. Pada era ini Ren€ Descartes (1596-1650), seorang filsuf Prancis, mencetuskan definisi bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran. Ia mengemukakan mottonya yang terkenal “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada), karena menurut beliau segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang dapat dipastikannya, kecuali pikirannya sendiri. Di era yang sama, walau pada generasi berikutnya, George Berkeley (1685-1753) seorang filsuf Inggris, mengemukakan pendapat bahwa yang terpenting adalah penginderaan, bukan kesadaran atau rasio. Menurutny3 segala sesuatu berawal dari penginderaan, rasio hanya mengikuti aP3 yang diserap oleh penginderaan. Oleh karena itu, dalam pandangan Berkeley psikologi adalah ilmu tentang penginderaan (persepsi).

Era Ilmu Faal dimulai pasca-Renaisan. Para ahli Ilmu Faal (fisiologi) ketika itu, khususnya para dokter mulai tertarik pada masalah-masalah kejiwaan. Pada saat itu, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di negara-negara Eropa, khususnya di bidang Fisika (ilmu alam) dan Biologi, para ahli Ilmu Faal berpendapat bahwa jiwa erat sekali hubungannya dengan susunan syaraf dan refleks-refleks.

Dimulai dengan Sir Charles Bell (1774-1842, Inggris) dan Francois Magendie (1783-1855, Prancis) yang menemukan syarafsyaraf sensorik (penginderaan) dan syaraf-syaraf motorik (yang memengaruhi gerak dan kelenjar-kelenjar), para ahli kemudian menemukan berbagai hal, antara lain pusat bicara di otak (Paul Brocca, 1824-1880, Jerman) dan mekanisme refleks (Marshall Hall, 1790-1857, Inggris). Setelah penemuan-penemuan itu timbullah definisi-definisi tentang psikologi yang mengaitkan psikologi dengan tingkah laku dan selanjutnya mengaitkan tingkah laku dengan refleks. Ivan Pavlov (1849-1936, Rusia), misalnya mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang refleks dan karena itu psikologi tidak berbeda dari Ilmu Faal.

Perkembangan definisi-definisi itu masih berlanjut hingga sekarang. Di antara para sarjana psikologi modern yang mengemukakan definisi psikologi, dapat dikemukakan beberapa di antaranya, misalnya:

Gardner Murphy (1929):

“Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.”

Boring, Edwin G., Herbert S. Langfeld, Harry P. Weld, (1948): |

“Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia.”

Clifford T. Morgan (1966):

“Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.”

Perdebatan tentang definisi psikologi ini berlanjut terus Saat ini sudah demikian banyak definisi psikologi sehingga sulit dikatakan bahwa ada satu definisi yang berlaku umum. Sebagian pakar ingin definisi yang lebih konkret daripada jiwa, atau mental, sehingga mereka mendefinisikan psikologi sebagai “aktivitas mental” (John Dewey, Carr). Namun ada yang beranggapan bahwa “aktivitas mental” pun masih terlalu luas. Maka muncullah definisi psikologi sebagai “elemen introspeksi/mawas diri” (Titchener, Daellenbach), “waktu reaksi” (Scripture), “refleks” (Pavlov), atau “perilaku” (Watson). Definisi-definisi berkembang dalam semangat untuk menuju psikologi yang objektif dan terukur, sebagai suatu persyaratan yang penting untuk sebuah ilmu pengetahuan (pasca renaisans).

Namun, perkembangan ini tidak memuaskan beberapa pakar psikologi yang lain, karena definisi-definisi tersebut dianggap melanggar “janji” awal Psikologi, yang secara etimologis berarti “ilmujiwa”. Dalam definisi-definisi yang “terukur” ini, orang justru melupakan inti dari psikologi, yaitu jiwa, mental, mind, soul, atau Spirit. Padahal tidak mungkinlah kita mengerti tentang ”jiwa”, tanpa kita pernah mempelajari “jiwa” itu sendiri. Gene Zimmer pernah menyatakan bahwa psikologi harus mampu menjelaskan hal-hal seperti imajinasi, perhatian, intelek, kewaspadaan, niat, akal, kemauan, tanggung jawab, memori dan lain-lain yang seharihari melekat pada diri kita. Tanpa itu, psikologi tidak akan banyak bermanfaat.

Tentu saja sangat menarik jika kita mengikuti perdebatan tentang definisi psikologi yang tak terselesaikan itu. Apalagi kalau ditambahkan pandangan filsuf-filsuf Islam seperti Ibnu Sina atau yang dalam bahasa Eropa sering disebut dengan Avicenna (9801037) dan Iman Ghazali atau yang dikenal juga dengan nama Abu Hamid al-Ghazali (1058-1128), dua pemikir Islam Persia/Iran, namun menganut pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonian yang kemudian diadopsi oleh Pendeta Santo Aguinas (1224-1274) untuk mengukuhkan ortodoksi gereja di Barat.

Walaupun demikian, kita membutuhkan satu definisi yang paling sesuai untuk digunakan dalam buku ini. Tanpa adanya saty definisi yang dapat dijadikan pegangan, maka akan sukarlah kita berbicara mengenai “Psikologi.”

Untuk itu, saya ajak pembaca untuk melihat kembali definisi, definisi di atas yang sekalipun berbeda-beda, pada hakikatnya tetap mempunyai beberapa persamaan. Persamaan-persamaan itulah yang akan saya jadikan acuan untuk menyusun definisi versi saya sendiri, setidaknya untuk keperluan buku ini.

psikologi

Dalam definisi di atas kita lihat beberapa unsur, yaitu:

Ilmu Pengetahuan, yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai -metode tertentu. Sebenarnya, psikologi di samping merupakan ilmu juga merupakan “seni”, karena dalam pengamalannya dalam berbagai segi kehidupan manusia, diperlukan keterampilan dan kreativitas tersendiri. Namun, dalam buku ini pembicaraan akan lebih ditekankan pada psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan saja. Aspek “seni” dalam psikologi dapat dipelajari dalam buku-buku tentang konseling, psikoterapi, maupun teknik-teknik wawancara atau observasi dalam penelitian psikologi.

Perilaku atau perbuatan. Perilaku mempunyai arti yang lebih konkret daripada “jiwa”. Karena lebih konkret itu, maka perilaku lebih mudah dipelajari daripada jiwa dan melalui perilaku kita tetap akan dapat mempelajari jiwa. Termasuk dalam perilaku di sini adalah perbuatan-perbuatan yang terbuka (overt) maupun yang tertutup (covert). Perilaku yang terbuka adalah perilaku yang kasat mata, dapat diamati secara langsung melalui pancaindra, seperti berlari, melempar atau mengangkat alis. Perilaku yang tertutup hanya dapat diketahui secara tidak langsung melalui alat-alat atau metode-metode khusus, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut, dan sebagainya. Menurut hemat saya, istilah perilaku ini bisa mewakili istilah behavior seperti yang dimaksud olehJ.B. Watson, maupun activity dan introspeksi seperti dikemukakan dalam definisi-definisi lainnya.

Manusia, Makin lama objek materiil psikologi makin mengarah kepada manusia karena manusialah yang paling berkepentingan dengan ilmu ini. Manusia paling membutuhkan ilmu ini dalam berbagai segi kehidupannya, di sekolah, di kantor, di rumah tangga dan sebagainya. Hewan masih menjadi objek studi psikologi, tetapi hanya sebagai perbandingan saja atau untuk mencari fungsi-fungsi psikologis yang paling sederhana yang sudah sukar dipelajari pada manusia karena struktur psikologis manusia sudah terlalu berbelit.

Lingkungan, yaitu tempat di mana manusia itu hidup, menyesuaikan dirinya (beradaptasi) dan mengembangkan dirinya. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya di dunia ini, manusia tidak diciptakan berbulu tebal untuk melawan udara dingin, ia tidak bertaring kuat untuk membunuh mangsanya, ia pun tidak pandai berlari cepat untuk menghindar dari musuh-musuhnya. Sebagai gantinya, manusia mempunyai alat yang sangat tangguh yang menyebabkan ia dapat bertahan hidup di dunia ini. Alat itu adalah akal budi. Menurut Ernst Cassirer (1944), dengan akal budi itu, manusia menyusun simbol-simbol berupa mitos, bahasa, kesenian, agama, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Dengan simbol-simbol itulah manusia “menguasai” dunianya, baik alam fisiknya (sungai, gunung, udara, dan lain-lain) maupun alam sosialnya (orang-orang lain di sekitarnya). Dengan menggunakan ilmu pengetahuan manusia bisa membangun gedung-gedung pencakar langit atau roket ke bulan dan dengan menggunakan bahasa, manusia dapat saling berhubungan dan saling mengerti satu sama lain. Dengan bantuan teknologi, manusia menggunakan telepon genggam dan internet untuk saling berkomunikasi ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Pendek kata, manusia adalah makhluk simbolis (Man is an animal symbolicum), demikian menurut Ernst Cassirer, dan dengan simbol-simbolnya itu manusia mampu terbang lebih cepat dan lebih tinggi daripada burung walau tidak bersayap, mampu mengarungi samudera walaupun tidak bisa berenang seperti ikan dan mampu menembus ruang dan waktu walaupun dia bukan dewa.

  1. HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA

Dari sejarahnya yang beawal  dari fisafat dan ilmu faal, jelas bahwa Psikologi berhubungan dengan ilmu-ilmu lainnya.

Ilmu-ilmu sosial adalah yang pertama-tama berhubungan dan dan yang terdekat dengan Psikologi, karena hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dalam ilmu-ilmu sosial dikembangkan berdasarkan prilaku manusisa atau kelompok manusia (masyarakat, komunitas, kelompok etnik, dan lain-lain). Termasuk dalam ilmu-ilmu sosial misalnya :

  • Sosiologi : gejala seperti urbanisasi atau konflik antar kelompok memerlukan penjelasan psikologi yang khusus mempelajari masalah-masalah sosial, yang dinamakan Psikologi Sosial.
  • Ilmu Ekonomi : naik turunnya harga kurs valuta asing atau berhasil/tidaknya suatu upaya marketing tidak hanya tergantung pada hukum supply and demand dalam ilmu ekonomi, tetapi juga dalam proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manusia-manusia yang terlibat dalam proses ekonomi (penjual, pembeli, produsen, distributor, bank, pasar modal, pemerintah dan lain-lain. Bahkan pemenang hadiah Nobel Ekonomi 2004 adalah seorang psikologi, Daniel Kahneman.
  • Ilmu Hukum : lmu yang mempelajari bagaimana mencapai kebenaran dan keadilan ini jelas terkait erat dengan psikologi , karena kebenaran adalah keadilan itu sendiri sangat sub jektif dan karenanya bersifat ikologis.
  • Ilmu Politik : di Amerika Serikat, semua kandidat presiden dibantu oleh satu armada sarjana psikologi untuk menenangkan pemilihan yang belum tentu dimenangkan.
  • Antropologi : setelah filsafat, antropologilah yang secara sistematis mempelajari prilaku manusia. Awalnya mereka hanya mempelajari prilaku-prilaku manusia dalam kelompok-kelompok primitive. Antropologi yang menghasilkan penelitian yang berpengarus terhadap psikologi, seperti tulisan Ruth Benedict, “Pattern of Culture”. Pakar-pakar psikologi awal yang sagat terpengaruh oleh temuan-temuan antropologis pada awalnya adalah Sigmund Freud 1856-1939 dan Carl Gustav Jung 1875-1961.
  • Filsafat : tetu saja psikologi tidak dapat melepaskan diri dari filsafat sebagai ilmu induknya. Pertanyaan-pertanyaan hakiki mendasar “apa dan siapa manusia itu?” bisa saja diupayakan jawabannya melalui pengamatan, bahkan eksperimen-eksperimen objektif tentang prilaku. Akan tetapi jawaban tuntasnya tetap harus dicari dalam filsafat.

Disamping itu, pada ilmu-ilmu pasti dan teknologi, terutama yang diamalkan untuk kepentintingan manusia, psikologi juga banyak membantu, misalnya dalam :

  • Ilmu kedokteran, psikologi membantu para dokter untuk mengadakan pendekatan yang sebaik-baiknya terhadap para pasien, penemukan penyebab-penyebab non-medis dari gejala penyakit yang tidak ditemukan factor penyebab medisnya, membantu pasien dalam mengatasi penyakitnya [misalnya, pada penderita kanker] dan lain-lain. Nmun, psikologi juga perlu bantuan dokter untuk gejala-gejala tertentu seperti autism, ADHD atau Skizofrenia.
  • Arsitektur dan Tata Kota, psikologi membantu para arsitek untuk membantu membuat rumah yang nyaman bagi penghuni-penghuninya, atau Menyusun tata kota/pemukiman yang sesuai dengan pola prilaku warga/pemukimannya.
  • Teknologi Penerbangan, psikologi membantu para insinyur untuk membuat pesawat-pesawat terbang yang dapat menghindarkan penerbang dari stress yang tidak perlu dan menghindarkan kelelahan yang terlalu cepat. Psikologi digunakan untuk mengoftimalkan komunikasi antar awak kokpit dan penyidikan kecelakaan pesawat terbang dan phobia terbang.

Selain itu, psikologi pun banyak sekali membantu berbagai profesi, seperti :

  • Guru dalam mendidik murid-muridnya
  • Menejer perusahaan dalam mengatur pegawai-pegawainya
  • Tantara dalm Menyusun perang “urat saraf” [psywar]
  • Polisi dalam mengintrogasi tahanan atau mengatasi huru hara dan sebagainya.
  1. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PSIKOLOGI DENGAN PSIKIATRI

Banyak orang salah paham atau mencampuradukan psikologi dengan psikiatri. Objek studi dari keduanya memang “jiwa” manusia, tetapi psikiatri adalah cabang [spesialis] ilmu kedokteran yang bidang utamanya juga mengenai penyakit-penyakit, dalam hal ini penyakit jiwa. Tugas psikiater sebagai seorang dokter adalah mengobati orang-orang yang sakit atau mengalami gangguan jiwa, termasuk psikosis dan penyalah guna narkoba. Walaupun banyak Teknik dalam psikiatri, tetapi pada dasarnya psikiater tidak terlepas dari Teknik pengobatan medik. Pendidikan untuk menjadi psikiater pun adalah Pendidikan kedokteran, mulai dari fakultas kedokteran sehingga menjadi dokter umum [6 tahun] dan setelah itu mengambil spesialis Kedokteran Jiwa [SpKJ 3 tahun].

Di lain pihak, psikologi mempelajari prilaku pada umumnya, jadi tidak hanya mengatasi penyakit-penyakit. Psikolog lebih banyak berhubungan dengan orang normal daripada dengan orang sakit. Teknik yang digunakan oleh psikolog adalah observasi dan berbagai bentuk wawancara, dari mulai konsultasi, konseling sampai psikoterapi. Pendidikan psikolog klinis mulai dari fakultas psikologi sampai tingkat sarjana [3-4 tahun], kemudian meneruskan ketingkat master sampai mendapat gelar Megister Profesi Psikolog Klinis [2 tahun].

  1. METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI

1. Metode Eksperimental

Cara ini dilakukan biasanya didalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen. Satu hal yang penting disini bahwa orang yang melakukan eksperimen [eksperimenter] tersebut harus dapat menguasai situasi, yang berarti bahwa peneliti harus dapat menimbulkan atau menghilangkan berbagai situasi sesuai kehendaknya. Hal ini dikarenakan metode ini hendak menemukan prinsip-prinsip yang bekerja dalam tingkah laku atau hendak mengungkapkan hubungan sebab akibat.

Metode penelitian umumnya dimulai dengan hipotesis, yakni prediksi/peramalan, percabangan dari teori, diuraikan dan dirumuskan sehingga bisa diujicobakan. Proses eksperimen dimulai dengan pembagian kelompok. Pertama, kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan khusus. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai kelompok control. Kelompok lainnya menerima perlakuan khusus. Kelompo ini yang kemudian disebut sebagai kelompok eksperimen. Adapun yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen adalah perlakuan yang secara khusus dibuat untuk menghasilkan situasi yang diinginkan.

Yang perlu diingat dari metode ini adalah prinsip dasarnya yang memanipulasi kondisi dan manusia dilihat sebagai organisme yang sama tidak ada perbedaan individual. Dengan demikian, metode ini hanya mencari hukum-hukum saja mengenai berbagai tingkah laku dan kurang memperhatikan perbedaan-perbedaan individual.

2. Observasi Alamiah

Dalam metode eksperimen di atas, jelas bahwa peneliti punya kontrol sepenuhnya terhadap jalannya eksperimen. Ialah yang menentukan akan melakukan apa pada orang atau hewan yang ditelitinya, kapan akan dilakukan, seberapa sering, dan sebagainya.

Tidak demikian halnya dengan observasi alamiah. Dalam observasi alamiah tidak ditimbulkan situasi-situasi dengan sengaja. Di sini hanya dilakukan pengamatan terhadap situasi yang sudah ada, situasi yang terjadi secara spontan (tidak terstruktur) (Turner dan Helms, 1995), tidak dibuat-buat dan karenanya dapat disebut sebagai situasi yang sesuai dengan kehendak alam, yang alamiah. Hasil pengamatan ini kemudian dicatat dengan teliti untuk kemudian diambil kesimpulan-kesimpulan umum maupun khusus (individual) (Bachtiar, 1977). Misalnya, pada sekelompok pengunjuk rasa bisa diamati siapa yang menjadi pimpinannya dan dikenali bagaimana pola/cara dia mendorong/memberi semangat kepada kelompoknya. Pada saatnya, hasil pengamatan ini bisa digunakan untuk menyusun langkah-langkah untuk mengantisipasi atau mencegah pemimpin itu melaksanakan niatnya.

3. Sejarah Kehidupan

Sejarah hidup seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, Misalnya, dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas orang mungkin diketahui bahwa ia bukannya kurang pandai, tetapi  minatnya sejak kecil memang di bidang musik sehingga ia tidak  Cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolah. Contoh lain, riwayat hidup calon pegawai sering digunakan oleh petugas SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menilai apakah ia seorang yang ” tekun, rajin, mau belajar atau tidak serius sehingga bisa diterima sebagai pegawai atau tidak.

Sejarah kehidupan ini dapat disusun melalui dua cara, yaitu:

  1. Pembuatan buku harian. Mulai suatu saat tertentu orang yang diperiksa disuruh menulis buku harian untuk beberapa lama dan sewaktu-waktu diperiksa untuk diadakan penilaian.
  2. Rekonstruksi biografi. Cara ini lebih sering dilakukan. Pertama-tama, dikumpulkan data mengenai riwayat hidup orang yang akan diperiksa. Data inilah yang kemudian disusun kembali menjadi biografi. Data sejarah hidup itu bisa didapatkan melalui:
  3. wawancara dengan orang yang bersangkutan sendiri (autoanamnesis) atau
  4. wawancara dengan orang-orang lain yang kenal dengan orang yang diperiksa, misalnya orang tuanya, saudara saudaranya, kawan-kawannya, kepala kantornya, dan sebagainya (alloanamnesis). Beberapa contoh adalah autobiografi Soekarno, Hatta, dan sebagainya.

4. Wawancara

Metode ini awalnya cukup sederhana. Wawancara adalah tanya jawab antara si pemeriksa dan orang yang diperiksa (klien untuk psikolog klinik, responden atau narasumber untuk peneliti, atau calon pegawai bagi psikolog perusahaan). Maksudnya adalah agar orang yang diperiksa itu mengemukakan isi hatinya, pandangan pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga pewawancara dapat menggali semua informasi yang diperlukan. Pada kasus penelitian kualitatif, wawancara menjadi alat bantu dari metode observasi (Koentjaraningrat, 1977). Wawancara yang baik memerlukan latihan yang banyak karena tidak mudah untuk membuka pintu hati seseorang dalam waktu singkat yang tersedia.

Ada beberapa teknik wawancara, yaitu:

  1. Wawancara bebas, pertanyaan dan jawaban diberikan sebebasbebasnya oleh pewawancara maupun yang diwawancara. Teknik ini digunakan misalnya dalam psikoterapi dan dikenal dengan nama asosiasi bebas (free association), yang diperkenalkan oleh tokoh Psikoanalisis Sigmund Freud.
  2. Wawancara terarah, dalam hal ini sudah ada beberapa pokok yang harus diikuti pewawancara dalam mengadakan wawancara.
  3. Wawancara terbuka, pertanyaan-pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya, tetapi jawaban dapat diberikan bebas, tidak terikat.
  4. Wawancara tertutup, pertanyaan-pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya dan kemungkinan-kemungkinan jawaban juga sudah disediakan sehingga orang yang diperiksa tinggal memihh antara kemungkinan-kemungkinan jawabaft Itu, misalnya antara “ya” dan “tidak” atau antara “sangat setuju,” “setuju,” dan “tidak setuju.”

5.Angket

Angket adalah wawancara tertulis. Pertanyaan sudah disusun secara tertulis dalam lembar-lembar pertanyaan. Orang yang akan diperiksa tinggal membaca pertanyaan-pertanyaan itu dan memberi jawaban-jawaban secara tertulis pula dalam kolom-kolom yang sudah disediakan. Jawaban-jawaban itu selanjutnya akan dianaliss untuk mengetahui hal-hal yang sedang diselidiki (Soemardjan, 1977, Turner dan Helms, 1995).

Seperti halnya dalam wawancara, angket pun terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang terbuka dan tertutup. Dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang tertutup, termasuk angket khususyang disebut skala sikap, yaitu yang isinya adalah pertanyaanpertanyaan tentang suatu hal tertentu dan orang yang sedang diteliti (responden) diminta menyatakan sikapnya (sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju) terhadap masing-masing pertanyaan tersebut.

Keuntungan angket adalah daya sebarnya yang luas kepada masyarakat. Angket yang dalam menanganinya tak perlu pengamat sebanyak pengisi angket sehingga waktu pengumpulan data menjadi singkat (Soemardjan, 1977).

Kelemahan angket adalah bahwa alat ini tidak mampu menggali ekspresi-ekspresi wajah, gerak, perasaan, dan lain-lain dan data yang dapat digali pun sangat terbatas. Sebaliknya, angket berdaya jangkau luas dan tidak memerlukan keahlian khusus untuk mengumpulkan datanya. Angket juga mudah dikumpulkan dalam jumlah besar, wilayah yang luas, dan dalam tempo yang Udak terlampau lama. Dengan demikian, untuk survei survei yang membutuhkan data dari sejumlah besar orang, biasanya diwunakan angket.

6. Pemeriksaan psikologis

Secara populer metode ini dikenal dengan nama “psikotes.” Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar terlatih. Alat-alat itu dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui taraf kecerdasan, arah minat, sikap, struktur kepribadian dan lain lain dari orang yang mau diperiksa itu.

Keuntungan metode ini adalah bahwa dalam waktu yang relatif sangat singkat dapat dikumpulkan banyak data mengenai diri seseorang, termasuk juga data yang tidak dapat diketahui melalui metode-metode lainnya. Keuntungan lainnya adalah bahwa metode ini dapat dilaksanakan secara massal sehingga dapat diperiksa banyak orang sekaligus, bahkan jika diperlukan dapat dilakukan melalui telepon atau internet. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat digunakan secara luas, karena hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli dan terlatih.

4.ALIRAN-ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

1. Psikologi Pembawaan atau Psikologi Nativistik

Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri dari beberapa faktor yang dibawa sejak lahir yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan-pembawaan terpenting adalah pikiran, perasaan, dan kehendak, yang masing-masing terbagi lagi ke dalam beberapa jenis pembawaan yang lebih kecil. Perilaku atau aktivitas jiwa ditentukan oleh pembawaan-pembawaan ini. Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Franz Joseph Gall (1785-1828), yang mencoba menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu di otak. Dengan teori ini, Gall mengajukan suatu metode untuk mengenal seseorang dengan memeriksa tengkorak kepalanya dan metode ini dikenal dengan nama frenologi. Metode ini tidak bertahan lama karena dianggap kurang kuat dasar-dasar ilmiahnya

2. Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empirik

Di sini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini, berisi ide-ide yang didapatkan melalui pancaindra, dimemorikan dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip kesamaan, kekontrasan, dan kelangsungan.

Perilaku diterangkan oleh teori ini melalui prinsip asosiasi ide-ide, misalnya:

Seorang bayi yang lapar diberi makanan oleh ibunya. Melalui pancaindranya, bayi itu mengetahui bahwa rasa lapar selalu diikuti oleh makanan (prinsip kelangsungan) dan makanan itu menghilangkan rasa laparnya. Lama kelamaan, rasa lapar diasosiasikan dengan makanan dan tiap kali ia lapar, ia akan mencari makanan.

Demikian juga halnya dengan ide-ide lain yang mempunyai persamaan-persamaan (misalnya, makan dengan minum, burung dengan kupu-kupu, kursi dengan bangku) atau yang saling berlawanan (misalnya, siang dengan malam, pria dengan wanita, air dengan api) saling diasosiasikan satu dengan lainnya melalui prinsip asosiasi serupa

5.PENGARUH-PENGARUH LAIN TERHADAP PSIKOLOGI

Francis Galton (1822-1911), perintis Psikologi Eksperimental di Inggris, mempelajari untuk pertama kalinya perbedaan-perbedaan antara satu orang dengan orang lainnya dalam berbagai kemampuan (perbedaan-perbedaan individual). Karena hal tersebut, ia mempunyai peranan penting dalam pengembangan tes inteligensia di kemudian hari.

Charles Darwin (1809-1882), juga berasal dari Inggris dan terkenal dengan teori evolusinya. Adanya pendapat Darwin bahwa ada kontinuitas antara hewan dengan manusia, timbullah Psikologi Komparatif (Psikologi Perbandingan).

Anton Mesmer (1734-1815), ia membawa pengaruh dari dunia ilmu kedokteran dan pengobatan, khususnya psikuatri, terutama sekali dalam pengobatan penderita-penderita sakit jiwa. Ia memperkenalkan hipnotisme yang kemudian dikembangkan dan memengaruhi timbulnya teori tentang alam ketidaksadaran. Aliran yang menekankan pentingnya alam ketidaksadaran dalam teoriteorinya adalah Psikoanalisis yang dikemukakan pertama kali oleh Sigmund Freud (1856-1939).

6.TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI

Elementisme atau Strukturalisme. Aliran ini adalah yang diajukan oleh W. Wundt (1832-1920) dari laboratoriumnya di Leipzig. Wundt pada masa itu (1879) sangat mengutamakan penyelidikan tentang struktur kejiwaan manusia dan ia mendapati bahwa jiwa manusia itu terdiri dari berbagai elemen (bagian) seperti pengindraan, perasaan, ingatan, dan sebagainya. Masing-masing elemen itu dikaitkan satu dengan lain oleh asosiasi. Oleh karena itu, aliran Wundt dinamakan elementisme, strukturalisme, dan juga asosiasionisme

Psikologi “Gestalt”. Kira-kira pada saat di Amerika Serikat tumbuh aliran “Behaviourisme”, di Jerman timbul pula aliran yang disebut psikologi “Gestalt”. “Gestalt” adalah sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Ingeris sebagai “form” atau “configuration” (bentuk). Aliran ini diumumkan pertama kali oleh Max Wertheimer pada 1912. Tokoh-tokoh lainnya adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI.

Psikoanalisis. Psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) pada 1909. Ia dikenal dengan teorinya mengenai alam ketidaksadaran. Teori ini merupakan penemuan baru saat itu karena selama itu para ahli hanya menyibukkan diri dengan alam kesadaran sebagaimana yang nyata dalam teori-teori lain yang berlaku di saat itu seperti Teori Asosiasi, Teori Introspeksi, Behaviourisme, dan sebagainya. Ketidaksadaran (unconsciousness) menurut Freud berisi dorongan-dorongan yang timbul pada masa kanak-kanak yang oleh satu dan lain hal (misalnya karena dilarang oleh norma masyarakat) terpaksa ditekan sehingga tidak muncul dalam kesadaran. Dorongan-dorongan terlarang ini, menurut Teori Freud yang klasik adalah naluri seksual atau disebut juga libido sexualis dan naluri agresi atau tanatos.

Psikologi Humanistik. Psikologi Humanistik adalah pah yang mengutamakan manusia sebagai makhluk keseluruhan, Mereka tidak setuju dengan pendekatan-pendekatan lain yang memandang manusia hanya dari salah satu aspek saja, apakah itu hanya dari persepsinya (gestalt), refleksnya (behaviorisme), kesadarannya (kognitif), maupun alam ketidaksadarannya saja (psikoanalisis). Manusia harus dilihat sebagai totalitas yang unik, yang mengandung semua aspek dalam dirinya dan selalu berproses untuk menjadi dirinya sendiri (aktualisasi diri).

7. CABANG-CABANG PSIKOLOGI

Psikologi dewasa ini tidak hanya mementingkan aliran-alirar yang sifatnya teoretis, tetapi juga memperhatikan penerapannya. Di Indonesia, psikologi baru dikenal secara formal sejak 1953, yaitu sejak didirikannya jurusan Psikologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia oleh Prof. Dr. Slamet Iman Santoso, psikiater. Awalnya, Slamet Iman Santoso hanya mengharapkan bahwa psikologi mampu mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan dan pekerjaan, akibat salah penempatan atau salah pilihan sehingga kemungkinan menimbulkan gangguan jiwa, yaitu dengan melaksanakan seleksi guna mencapai “the right man in the right place.”

Tetapi, pada saat diresmikan sebagai sebuah fakultas yang mandiri (1961), Fakultas Psikologi UI sudah mempunyai beberapa bagian yang masing-masing mengembangkan dan mempraktikkan cabang psikologi yang berbeda, yaitu Bagian Psikologi Klinis, Bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan (sekarang Psikologi Industri dan Organisasi/PIO), Bagian Psikologi Anak (sekarang: Psikologi Perkembangan), Bagian Psikologi Eksperimen dan kemudian disusul oleh Bagian Psikologi Pendidikan dan Bagian Psikologi Sosial.

Perkembangan psikologi pada 2008 sebagai ilmu dan sebagai terapan, bisa dilihat dari program-program (tingkat Magister) yang ada di Program Pascasarjana Psikologi, Fakultas Psikologi UI, yaitu program-program Magister Sains (Psikologi Klinis, Psikologi Perkembangan, Psikologi Industri dan Organisasi, Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan), program-program Magister Profesi (Psikologi Klinis Dewasa, Psikologi Klinis Anak, PIO, dan Psikologi Pendidikan), dan program-program Magister Psikologi Terapan (Psikometri, Psikologi Olahraga, Psikologi SDM (Sumber Daya Manusia), Psikologi KM (Knowledge Management), Psikologi Intervensi Sosial, Psikologi Kriminal).

Sementara itu, di lingkungan organisasi ilmu dan profesi psikologi, Himpsi (Himpunan Psikologi Indonesia), saat ini sudah terdapat berbagai suborganisasi psikologi seperti APIO (Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi), APO (Asosiasi Psikologi Olahraga), APS (Asosiasi Psikologi Sekolah), IPP (Ikatan Psikologi Pendidikan), IPS (Ikatan Psikologi Sosial), IPK (Ikatan Psikologi Klinis), dan Himpunan Psikologi Islam.

Memang, suatu perkembangan yang sangat signifikan untuk sebuah ilmu yang baru berumur 55 tahun (bandingkan dengan ilmu kedokteran yang sudah ada sejak zaman Hipokrates, sebelum masehi). Perkembangan psikologi secara umum dapat disimak divisi-divisi yang saat ini bernaung di bawah bendera APA (American Psychological Association) yang jumlahnya lebih dari 50 divisi dan membahas berbagai topik yang makin lama makin besar jumlahnya.

 Daftar Divisi dari APA dan topik-topik yang dibahas oleh APA di bawah ini akan memberikan gambaran tentang betapa luasnya wilayah penelitian dan terapan psikologi dewasa ini, hampir 100 tahun setelah didirikannya laboratorium Psikologi pertama oleh W. Wundt di Leipzig tahun 1879.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *